Secara umum, murtad adalah keluar dari agama islam; Keluarnya bisa berupa memilih memeluk agama lain/agama sebelumnya, atau menjadi ateis (tidak beragama).
Allah telah memberikan penjabaran bagaimana bahaya murtad di hari kiamat kelak. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 217 berikut:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Berdasarkan ayat tersebut, disimpulkan bahwa setiap amal kebaikan menjadi lenyap (sia-sia) jika seseorang meninggal dalam keadaan murtad. Bahaya murtad yang kelak dirasakannya adalah sanksi di Neraka secara Abadi.
Bagiamana jika ia murtad kemudian kembali masuk islam?
Dalam hal ini, para ulama memiliki dua pandangan.
Pertama, menurut Imam Syafi’i, amal kebaikan sebelum murtad tetap diperhitungkan.
Dalil yang mendasari pendapat Imam Syafi’i adalah firman Allah yang berupa فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ (dia meninggal dalam keadaan Kafir). Dalam hal ini, ayat tersebut dibatasi dengan kematian dalam keadaan kafir. Apabila ia kembali masuk islam, maka ketentuan hukum ayat tersebut tidak jatuh padanya. Sehingga amalnya tetap diperhitungkan, dan tidak abadi di Neraka.
Baca juga:
1. Perbedaan Hukum Gosip dalam Islam Berikut Dalilnya
2. Kupas Tuntas Pengertian, Hukum, Do’a dan Tata Cara Wudhu
3. FIQIH THAHARAH : Pengertian, Pembagian, Media dan Tata Cara Thaharah
4. Syarat Nikah Menurut Agama dan Negara
5. Uraian Lengkap Hukum Nikah dalam Islam
Kedua, menurut Imam Malik dan Hanafi, amal kebaikan tersebut lenyap. Pandangan ini didasari oleh ayat Firman Allah yang berbunyi:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
مَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.
Menurut keduanya, ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa murtad (keluar islam) dapat merusak amal tanpa dibatasi oleh kematian dalam keadaan kufur.
Perbedaan pendapat ini ternyata berakibat pada hukum. Syafi’i berpendapat bahwa orang yang sudah berhaji sebelum murtad, hajinya tetap terhitung. Ia tidak perlu mengulangi kembali setelah bertaubat dari murtadnya. Sedang imam Malik dan Hanafi berpandangan bahwa hajinya lenyap, dan ia harus mengulanginya kembali.
_____________
Referensi:
Ali al-Shobuni, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2001, Juz 1, hlm: 206-207