Ayat Harta – Salah satu kandungan al-Qur’an yang berkaitan dengan kehidupan manusia adalah masalah harta yang diungkapkan dengan istilah al-mal.
Al-Qur’an tidak jarang menampilkan definisi verbal terhadap suatu masalah. Pengertian dan pemahaman terhadap masalah tersebut dapat ditelusuri melalui ungkapan-ungkapan al-Qur’an yang dikaji secara ilmiah dengan meneliti bentuk tekstual maupun kontekstual ayat-ayatnya.
Ayat Harta
Di dalam al-Qur’an, kata al-mal (المال) dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Kata tersebut 32 kali terdapat pada ayat dan surat periode Makkah, 54 kali terdapat pada ayat dan surat periode Madinah.
Dari jumlah pengulangan tersebut, 25 kali kata al-mal dalam bentuk tunggal dan 62 kali dalam bentuk jamak.
Secara tekstual, struktur kata tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
Bentuk tunggal (mufrad). (mal: مال )
Dalam bentuk ini, kata mal secara tekstual dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Bentuk ma’rifah (definit) (al-mal/ (المال
Dalam bentuk ma’rifah (definit), kata al-mal di dalam al-Qur’an diulang 14 kali;
- empat kali dalam bentuk ma’rifah murni yang ditunjuki oleh huruf al (ال) – Al-Baqarah: 177, 247, al-Kahfi: 46 dan al-Fajr: 20.
- tujuh kali dalam bentuk idafah (penyandaran) kepada kata ganti (dhamir) – Dari jumlah perulangan tersebut, enam kali disandarkan pada dhami r hu/ ه – Al-Baqarah: 264,Nuh: 21, al-Lail: 11, 18, al-Humazah: 3 dan al-Masad: 2) dan satu kali disandarkan pada dhamir tunggal pertama/ ى – Al-Haqqah: 28.
- tiga kali dalam bentuk idafah yang disandarkan pada kata (mudhaf ilaih) yang berbentuk definit (ma’rifah).- Al-An‘am: 152, al-Isra’: 34 dan al-Nur: 33.
b. Bentuk nakirah (indefinit) (mal/ (مال)
Dalam bentuk nakirah (indefinit), kata tersebut di dalam al-Qur’an diulang 11 kali,
- tiga kali dikaitkan dengan kata banin – Al-Mukminun: 55, al-Syu‘ara’: 88, al-Qalam: 14.
- dua kali dikaitkan dengan kata walad – Al-Kahfi: 39, Maryam: 77.
- dan selebihnya dikaitkan dengan sikap bangga terhadap harta yang mengundang kecaman akibat salah menggunakan.- Al-Kahfi: 34, al-Naml: 36, al-Fajr: 20, al-Muddassir: 12, al-Balad: 6. Hud: 29, al-Humazah: 2.
Bentuk jamak (amwal / اموال )
Dalam bentuk ini, kata amwal/ أموال secara tekstual dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Bentuk ma’rifah (definit) (al-amwal الأموال )
Dalam bentuk ma’rifah (definit), kata tersebut diulang 56 kali,
- tiga kali dalam bentuk ma’rifah murni yang ditunjuki oleh huruf al (ال) – Al-Baqarah: 155, al-Isra’: 64, dan al-Hadid: 20.
- lima kali dalam bentuk id}afah (penyandaran) kepada kata (mudhaf ilaih) yang berbentuk definit (ma’rifah) – Al-Baqarah: 188, al-Nisa’: 161, al-Taubah: 34, dan al-Rum: 39) dan Al-Nisa’: 10.
- 47 kali di-idhafahkan pada kata ganti (dhamir) – Hud: 87, al-Fath: 11, Al-Baqarah: 188, 261, 262, 265, 274, 279, Ali ‘Imran: 10, 116, 186, al-Nisa’: 2, 5, 6, 24, 29, 34, 38, 95, al-Anfal: 28, 36, 72, al-Taubah: 20, 41, 44, 55, 81, 85, 88, 103, 111, Saba’: 37, Muhammad: 36, al-Shaff: 11, al-Munafiqun: 9, al-Taghabun:15. Anfal: 36, 72, Yunus: 88, al-Ahzab: 27, al-Hujurat: 15, al-Zariyat: 19, al-Mujadilah: 17, al-Hasyr: 8, dan al-Ma‘arij: 24.
2). Bentuk nakirah (indefinit) (amwal/اموال )
Dalam bentuk nakirah (indefinit), kata tersebut diulang enam kali,
- Dua kali dikaitkan dengan keturunan (banin), Al-Isra’: 6, Nuh: 12.
- dua kali dikaitkan dengan anak (aulad) – Al-Taubah: 69, Saba’: 35.
- dua kali dikaitkan dengan perdagangan (tijarah) dan hiasan (zinah). – Al-Taubah: 24 , Yunus: 88.
Baca juga: 9 Karakteristik Ekonomi Islam
Fungsi Harta
Dari dua bentuk struktur di atas, kata mal maupun amwal lebih banyak dikaitkan dengan orang banyak. Hal ini disebabkan harta pada hakikatnya mengandung fungsi sosial di samping fungsi individu. Dari 86 kali penyebutan kata mal, hanya satu kali dinisbahkan kepada individu, itupun menunjukkan penyesalan karena tidak sesuai dengan harapannya.
Kata mal dengan berbagai bentuk derivasinya dapat dikelompokkan dalam berbagai konteks, di antaranya sebagai berikut:
1. Sebagai objek kebajikan (البر)
Dalam pandangan al-Qur’an, hubungan manusia dengan harta bukan sekadar hubungan mutual (ketergantungan), khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik biologik, tetapi juga secara fungsional. Artinya, ikatan manusia dengan harta bukan sekadar ketergantungan terhadap sesuatu, tetapi manusia mempunyai tanggung jawab keberlangsungan fungsi harta, baik terhadap pemilik maupun orang lain. Sebagai contoh tampak dalam firman Allah:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikatmalaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalampeperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqaarah: 177)
2. Sesuatu yang dibanggakan
Harta merukan sesuatu yang dibanggakan oleh manusia dalam kehidupan. Karena harta bersentuhan baik langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan.
Al-Qur’an memandang orang yang membanggakan harta sebagai orang yang sombong dan tidak terhormat.
Oleh karena itu, ketika Nabi Sulaiman didatangi utusan Ratu Balqis yang memamerkan harta bawaannya, Nabi Sulaiman menantang bahwa harta yang mereka bawa itu tidak sebanding dengan apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ
Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: “Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik dari pada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. (Al-Naml: 36)
3. Sebagai penyangga kehidupan
Isyarat al-Qur’an tentang harta, jika dilihat dari konteksnya pada suatu ayat, al-Qur’an kadang-kadang mengaitkan kata tersebut dengan qatl/قتل (pembunuhan) dan kadang-kadang dengan jihad (جهاد). Konteks pertama seperti firman Allah berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Al-Nisa’: 29).
4. Sebagai penyangga stabilitas sosial
Untuk menjaga stabilitas sosial, harta memiliki peran penting. Dalam konteks ini, kata al-mal di dalam al-Qur’an sering dikontekskan dengan kata jihad, sabilillah, dan kata anfus. Sebagai contoh adalah firman Allah berikut ini.
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Taubah: 41)
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)
5. Sebagai ujian (fitnah)
Di samping fungsi-fungsi di atas, al-Qur’an menyatakan bahwa harta diposisikan sebagai fitnah (ujian/cobaan). Secara bahasa, kata fitnah berarti membakar emas di atas bara api agar nampak kemurniannya dari kandungankandungan lain.
Dalam konteks ini, kata tersebut digunakan oleh al-Qur’an untuk menjelaskan siksaan manusia di dalam neraka.86 Kata tersebut kadang-kadang juga disinonimkan dengan kata bala’ agar manusia membentengi dirinya dari berbagai bentuk siksaan dan kesengsaraan.
Al-Qur’an menyebut dua hal yang dikategorian sebgaia fitnah. Pertama adalah harta (amwal), dan kedua adalah anak (aulad). hal ini seperti firman Allah:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al-Anfal: 28).
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al-Tagabun: 15)