Bagaimana kita mengetahui pikiran orang lewat mata? Seringkali kita lebih mudah memahami hati orang lain daripada pikirannya.
Kita hampir dapat dengan mudah menangkap suasana hati pasangan kita atau merasakan bahwa seorang teman menolak rencana kita, bahkan tanpa mereka berbicara sepatah kata pun.
Tapi bagaimana kita tahu apa yang ada di kepala mereka? Bagaimana kita memahami pikiran manusia?
Banyak penelitian mengungkapkan bahwa menatap mata merupakan cara yang terabaikan dan ampuh untuk melakukannya.
Ungkapan “mata adalah jendela jiwa” dan “Aku bisa melihatnya di matamu” tentu terdengar puitis.
Banyak penyanyi, penulis lagu, dan penulis telah memanfaatkannya. Tapi ternyata mata benar-benar bisa menjadi jendela jiwa.
Dan inilah hal hebat tentang mata: jika orang tidak ingin Anda mengetahui perasaannya, ia tidak dapat mengubah perilaku mata mereka.
Jadi bagaimana cara kerjanya?
Cara Mengetahui Pikiran Orang Lewat Mata
Ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mengetahui pikiran orang lewat mata. Diantarnya yaitu dengan melihat perubahan pupil, gerak mata, serta konteks dan kondisi.
Pupil
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah perubahan ukuran pupil.
Sebuah studi terkenal yang diterbitkan pada tahun 1960 menunjukkan bahwa seberapa lebar atau sempit pupil mencerminkan bagaimana informasi diproses, dan seberapa relevan informasi itu.
Dalam percobaan mereka, dua psikolog eksperimental Hess dan Polt dari University of Chicago meminta peserta pria dan wanita untuk melihat gambar dari kedua jenis kelamin.
Hasilnya, ukuran pupil peserta wanita meningkat saat melihat gambar laki-laki, dan pupil peserta laki-laki meningkat saat melihat gambar perempuan.
Oleh karena itu, perubahan ukuran pupil tidak hanya mencerminkan seberapa terangsangnya kita, tetapi juga seberapa relevan dan menarik apa yang kita lihat.
Ide ini diperluas dalam studi tahun 1966 yang dipimpin oleh Daniel Kahneman, seorang psikolog pemenang hadiah Nobel di Universitas Princeton.
Dia meminta peserta untuk mengingat beberapa angka tiga hingga tujuh digit, yang harus dilaporkan kembali oleh peserta setelah dua detik.
Karena peserta harus mengingat rangkaian angka yang lebih panjang, ukuran pupil mereka meningkat, hal ini menunjukkan bahwa ukuran pupil terkait dengan pemrosesan informasi.
Jadi, Langkah pertama untuk mengetahui apa yang dipikirkan seseorang adalah dengan melihat pupil matanya.
Mata kita juga menyampaikan sinyal lebih sensitif yang dapat ditangkap oleh orang lain.
Studi terbaru yang dipimpin oleh David Lee dari University of Colorado di Boulder yang menunjukkan kepada peserta gambar mata orang lain, dan meminta mereka untuk menentukan emosi apa yang diekspresikan orang tersebut. Ternyata partisipan sangat akurat dalam menentukan emosi, seperti takut dan marah, hanya dengan melihat gambar mata orang lain.
Mata juga dapat mengungkapkan fenomena yang jauh lebih kompleks. Mata dapat menyampaikan apakah kita berbohong atau mengatakan yang sebenarnya.
Dalam sebuah penelitian tahun 2009 yang dilakukan oleh Andrea Webb dan rekan-rekannya di Universitas Utah, satu kelompok peserta diminta untuk mencuri $20 dari dompet sekretaris, sedangkan kelompok kontrol tidak mencuri apa pun.
Terlepas dari apakah peserta telah mencuri $20, para peneliti meminta semua peserta untuk menyangkal pencurian tersebut.
Kemudian, dengan menganalisis pelebaran pupil sebagai respons untuk menyangkal pencurian, para peneliti dapat memberi tahu — lebih baik daripada kebetulan — apakah seorang peserta adalah pencuri.
Peserta yang berbohong tentang pencurian memiliki pupil satu milimeter lebih besar dibandingkan dengan pupil peserta yang tidak bersalah.
Gerak Mata
Kita juga dapat mendeteksi apa yang seseorang sukai dengan melihat gerak matanya.
Pikirkan kembali kunjungan restoran baru-baru ini di mana Anda harus memutuskan apa yang harus dimakan.
Keputusan ini bisa sederhana, misalnya, jika Anda langsung tahu apa yang Anda inginkan.
Tetapi di lain waktu, kadang sulit mengambil keputusan, misalnya ketika memilih antara apa yang harus Anda makan (salad) dan apa yang ingin Anda makan (burger).
Inilah hal yang menarik: ketika keputusan itu sulit, mata Anda cenderung beralih antara pilihan yang berbeda yang sedang dipertimbangkan, dan pandangan terakhir anda cenderung pada pilihan yang akhirnya anda pilih.
Jadi, dengan mengamati ke mana seseorang melihat, kita dapat menyimpulkan opsi mana yang ia pertimbangkan.
Konteks
Mata juga bisa memberitahu kita jika kita mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan.
Dalam sebuah penelitian tahun 1999, Chapman dan rekan-rekannya di University of Washington memberikan rangsangan yang menyakitkan pada jari-jari 20 peserta.
Peserta menilai rasa sakit ini pada skala dari “dapat ditoleransi” hingga “tidak dapat ditoleransi.”
Semakin tak tertahankan peringkat stimulasi, semakin besar pupil peserta.
Meskipun mengalami rasa sakit sangat berbeda dari melihat gambar setengah telanjang, hal itu menimbulkan respons pupil yang serupa.
Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa ukuran pupil mencerminkan kekuatan perasaan, terlepas apakah perasaan itu positif atau negatif.
Oleh karena itu, untuk menyimpulkan apakah seseorang merasa baik atau buruk, selain melihat matanya, kita perlu mempertimbangkan konteks dan situasi.
Saat membuat keputusan berisiko tinggi — seperti apakah seseorang bersalah atas kejahatan — kita tidak boleh mengandalkan pelebaran pupil saja untuk membuat penilaian.
Tidak diragukan lagi bahwa “kemampuan membaca pikiran” kita bergantung pada konteksnya.
Secara umum, Anda mungkin lebih baik dalam membaca mata orang yang Anda cintai dibandingkan dengan mata orang asing. Hal ini karena Anda dapat membedakan ekspresi wajah mereka.
Melihat semua aspek adalah kunci untuk membantu kita menilai perasaan orang lain dengan lebih baik.
Tetapi karena orang tidak dapat mengubah reaksi pupil mereka, mata adalah sumber informasi yang penting dan sering kali kurang dimanfaatkan.
Padahal pengetahuan ini dapat membantu kita menciptakan ikatan yang lebih baik dengan orang-orang di sekitar kita.
Mungkin tidak mungkin untuk membaca pikiran seseorang hanya dengan melihat matanya.
Mata memberi tahu kita lebih banyak daripada yang kita asumsikan.
Dan mata, tidak seperti mulut kita, tidak bisa berbohong.