Dosa besar – Imam Gazali merupakan salah satu tokoh muslim dunia yang berpengaruh. Salahsatu karyanya yang paling monumental adalah kitab Ihya Ulumuddin. Kitab ini membicarakan tentang tasawuf, fikih, ahlak, iman, yang coraknya cenderung pada aspek penyucian jiwa.
Di salah satu bab dalam kitab ini disebutkan ada 17 macam dosa besar yang harus dihindari. Semuanya terangkum pada penjelasan di bawah.
Berkaitan dengan hati
- Syirik. Yaitu menyekutukan Allah. Menganggap ada tuhan selain Dia. Dan ini adalah induk dari semua dosa. Sebab Allah dapat mengampuni dosa apapun selain syirik.
- Melanggengkan maksiat. Yaitu terus menerus melakukan maksiat, meski dosa yang dikerjakan tergolong kecil. Namun bila dilakukan secara simultan, lama kelamaan semakin menumpuk.
- Putus asa Dari rahmat Allah. Orang yang merasa putus asa dari rahmat Allah bisa melakukan hal-hal nekat. Seperti gantung diri, melompat dari atas gedung, dan lain sebagainya.
- Merasa aman dari kemarahan Allah. Salah satu faktor mengapa manusia terus menerus melakukan dosa adalah karena merasa aman. Sebab selama ini tidak langsung di-adzab oleh Allah.
Berkaitan dengan lidah
- Kesaksian palsu. Yaitu memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta. Hal ini bisa merugikan pihak tertentu dalam persidangan. Bahkan dapat menimbulkan hilangnya nyawa seseorang akibat keputusan hakim yang didasari oleh sumpah palsu.
- Menuduh zina. Perbuatan zina merupakan perbuatan yang keji. Orang akan sangat terpukul hatinya jika dituduh berzina. Dalam hukum islam, sangsinya bisa dirajam jika berstatus menikah atau pernah menikah. Oleh sebab itu, tuduhan zina yang tidak berdasar layak digolongkan ke dalam dosa besar.
- Sumpah palsu. Mengatasnamakan Tuhan dalam suatu kebohongan adalah perbuatan yang terjadi dalam sumpah palsu. Padahal Tuhan Maha Suci, dan tidak pantas nama-NYA digunakan untuk hal-hal yang lacut.
- Sihir. Perbuatan ini layak masuk dalam kategori dosa besar. Sebab didalamnya terdapat unsur syirik, bersekutu dengan setan, serta merugikan pihak lain. Orang yang disihir bisa jadi nyawanya terancam.
Berkaitan dengan perut
- Minum arak/benda yg memabukkan. Salah satu tujuan ajaran islam adalah menjaga akal. Orang yang mabuk tidak dapat menjaga keseimbangan jiwanya. Sehingga dia dapat nekat melakukan perbuatan-perbuatan tercela tanpa pertimbangan. Karena ia tidak dapat mengontrol akalnya.
- Makan harta anak yatim secara zalim. Anak yatim adalah orang yang layak mendapat perlindungan ekstra. Sebab orang yang paling bertanggungjawab adalah ayah. Bayangkan betapa lemahnya dia. Orang yang memperlakukannya secara zalim layak mendapat dosa besar.
- Makan harta riba. Riba merupakan harta yang diperoleh secara zhalim. Orang yang terhimpit secara ekonomi umumnya tidak memiliki pilihan selain meminjam. Bayangkan betapa zalimnya seorang rentenir menikmati harta orang terhimpit tersebut.
Berkaitan dengan kemaluan
- Zina. Merupakan perbuatan yang dapat merusak kehormatan dan status keturunan manusia. Karenanya sanksi yang dijatuhkan pada pelaku zina cukup berat.
- Liwat. Yaitu menyetubuhi dubur. Dan perbuatan ini populer terjadi di masa Nabi Luth. Masyarakatnya dijungkirbalikan dengan adzab yang begitu dahsyat.
Berkaitan dengan tangan
- Membunuh. Menghilangkan nyawa orang layak digolongkan sebagai bagian dari macam dosa besar. Perbuatan ini bisa sangat merugikan keluarga korban.
- Mencuri. Dalam islam, standar sanksi yang diterapkan terhadap pencuri adalah potong tangan. Hal ini ditujukan untuk melindungi hak kepemilikan manusia.
Berkaitan dengan kaki
- Lari dari peperangan. Untuk menjaga kehormatan agama, serta menjamin kekuatan para pejuang, lari dari peperangan merupakan faktor yang yang merugikan. Sebab bisa membahayakan keselamatan para pejuang lainnya.
Berkaitan dengan seluruh raga
- Menyakiti orang tua. Orang tua termasuk orang yang paling layak dihormati. Meraka telah dengan sepenuh hati menghidupi dan mendidik anak dengan kasih sayang, tanpa dibatasi waktu. Menyakitinya sama halnya dengan mengabaikan peran dan jasa-saja mereka selama ini.
Sumber: Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Darul Fikr, Juz 4, Bairut, tt, hlm: 17-18.